Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memfasilitasi pemberian bantuan rehabilitasi psikososial korban kejahatan. Sebanyak 42 anak korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), kekerasan dan kekerasan seksual mendapatkan bantuan psikososial berupa biaya pendidikan, dengan nilai mencapai Rp84.000.000. Bantuan tersebut diberikan oleh Kementerian BUMN melalui yayasan yang dimilikinya, setelah memutuskan mendukung program rehabilitasi psikososial yang diajukan oleh LPSK.
Bantuan disalurkan langsung ke rekening bank milik korban yang telah diverifikasi oleh pihak Kementerian BUMN. Masing masing anak mendapat bantuan sebesar Rp2.000.000 untuk keperluan pendidikan. Sebelumnya, LPSK mengajukan data 51 nama anak yang menjadi korban TPPO, kekerasan dan kekerasan seksual.
Jumlah korban yang terbanyak menerima bantuan berdomisili di Jawa Barat (9), disusul oleh Sumatera Utara dan DKI Jakarta (6), Kalimantan Timur (5) dan Riau (4 ), sisanya tersebar mulai dari Sulawesi Tenggara, Bali hingga Nusa Tenggara Timur. Para korban memiliki latar pendidikan yang beragam, mulai dari PAUD hingga Perguruan Tinggi. Gayung pun bersambut, sulan LPSK disambut baik pihak Kementerian BUMN. Dari 51 nama yang diajukan, sebanyak 42 korban anak lolos verifikasi untuk mendapatkan bantuan karena merespon untuk melengkapi data sesuai batas waktu yang telah ditentukan.
Diantara penerima bantuan, terdapat korban yang kasusnya sempat mencuat ke media seperti kasus TPPO kafe khayangan, kekerasan seksual di Buton dan Cibinong. “Atas nama LPSK serta mewakili korban, kami ucapkan terima kasih kepada pihak Kementerian dan Yayasan BUMN atas bantuan yang diberikan, kami sudah cek ke korban dan bantuannya telah diterima” kata Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar dalam keterangannya di Jakarta, Senin (29/06/2020) Livia meyakini, bantuan pendidikan yang diterima kepada korban, sangat besar manfaatnya apalagi diberikan dalam masa pandemi virus corona atau Covid 19.
Dirinya berharap, kegiatan semacam ini dapat diikuti oleh instansi lain, baik itu kementerian, pemerintah daerah, badan usaha milik pemerintah, swasta bahkan lembaga filantropi di masa mendatang. Pemenuhan hak psikososial, kata Livia, merupakan amanat Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Melalui rehabilitasi psikososial, LPSK berupaya meningkatkan kualitas hidup saksi dan korban, misalnya dengan bantuan untuk memperoleh pekerjaan, atau bantuan pendidikan bagi saksi dan korban yang membutuhkan.
Bantuan rehabilitasi psikososial sendiri merupakan semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis, serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi dan memulihkan kondisi fisik, psikologis, sosial dan spiritual korban sehingga dianggap mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar. Namun, lanjut Livia, pemenuhan rehabilitasi psikososial hanya mungkin terjadi jika ada kerjasama antara LPSK dengan Kementerian atau Lembaga terkait. Untuk itu, diperlukan dukungan banyak pihak agar hak psikososial para korban bisa terpenuhi.
Dalam mewujudkan pemenuhan hak rehabilitasi psikososial, pada semester I tahun 2020, LPSK telah melakukan sinergi dengan beberapa kementerian/lembaga pemerintah seperti Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian PUPR, BNPT dan beberapa kementerian untuk mengakses program bantuan yang ada dalam instansi tersebut. Hasilnya, selain program bantuan pendidikan untuk 42 korban anak dari Kementerian BUMN, LPSK juga telah memfasilitasi pemberian bantuan paket sembako dari Kementerian Sosial untuk 75 orang korban pelanggaran HAM berat dan terorisme yang didistribusikan menjelang hari raya idul Fitri silam.